Selasa, 10 Oktober 2017

ANALGESIC DRUGS


Apakah kalian pernah merasakan sakit gigi? Biasanya kalian meminum obat apa jikalau sedang sakit gigi? Asam mefenamat? Ya, biasanya asam mefenamat digunakan oleh masyarakat untuk menurunkan rasa nyeri pada saat sakit gigi. Asam mefenamat termasuk kedalam golongan obat analgetik (obat anti nyeri) terutama analgetik non narkotika. Selain asam mefenamat, ada juga morfin. Namun, morfin biasanya digunakan untuk menurunkan rasa nyeri berat dan tidak dapat digunakan secara bebas, atau dengan kata lain harus sesuai resep dokter. Apakah anda tahu bagaimana obat analgetik dapat menurunkan rasa nyeri? Apa saja contoh obat analgetik?

SEKILAS TENTANG NYERI
Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan (rema, encok), infeksi jasad renik atau kejang otot. Nyeri dapat disebabkan oleh adanya rangsangan mekanis, kimiawi ataupun fisis (kalor, listrik) yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
Adanya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yaitu nosiseptor, merupakan ujung – ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kantong empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi, termal, listrik, atau mekanis.
Stimulasi berupa kimiawi yaitu suatu rangsangan reseptor nyeri (nosiseptor) yang berasal dari senyawa tubuh sendiri yang dibebaskan dari sel-sel yang rusak, yang disebut zat nyeri (mediator nyeri). Mediator nyeri yang kini juga disebut autacoida, terdiri dari antara lain histamin, serotonin, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin. Bradikinin adalah polipeptida (rangkaian asam amino) yang dibentuk dari protein plasma. Prostaglandin mirip strukturnya dengan asam lemak dari protein plasma. Struktur prostaglandin mirip dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arakhidonat. Menurut perkiraan, zat-zat ini dapat meningkatkan kepekaan ujung saraf sensoris bagi rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator lainnya. Berhubung kerja dan inaktivasinya pesat dan bersifat lokal, maka dinamakan juga hormon lokal.

Pelepasan mediator nyeri akibat kerusakan jaringan yang menyebabkan munculnya sensasi nyeri

Ambang Nyeri
            Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) pada mana nyeri dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan.

Klasifikasi Nyeri
             Menurut tempat terjadinya, nyeri terbagi atas nyeri somatik dan nyeri dalaman (viseral). Dikatakan nyeri somatik apabila rasa nyeri berasal dari kulit, otot, persendian, tulang, atau dari jaringan ikat. Nyeri somatik dibagi atas dua kualitas yaitu nyeri permukaan dan nyeri dalam. Nyeri permukaan yaitu apabila rangsangan bertempat didalam kulit, sedangkan nyeri dalam apabila rangsangan berasal dari otot, persendian tulang dan jaringan ikat. Nyeri dalam (viseral) atau nyeri perut mirip dengan nyeri dalam sifat menekannya dan reaksi vegetative yang menyertainya. Nyeri ini terjadi antara lain pada tengangan organ perut, kejang otot polos, aliran darah kurang dan penyakit yang disertai radang.
Berdasarkan sifatnya, nyeri dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a.      Nyeri Akut
Nyeri akut berlangsung tiba-tiba dan umumnya berhubungan dengan adanya suatu lesi atau trauma jaringan ataupun cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan adanya suatu kerusakan atau cedera yang baru saja terjadi.
Sensasi dari suatu nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan adanya proses penyembuhan. Biasanya akan cepat membaik bila diberi obat pengurang rasa nyeri (analgetik). Nyeri akut memiliki tujuan untuk memperingatkan adanya suatu cedera atau masalah. Nyeri akut umumnya berlangsung kurang dari enam bulan.
b.      Nyeri Kronis
Nyeri kronis merupakan suatu keadaan yang berlangsung secara konstan atau intermiten dan menetap sepanjang suatu periode waktu, dimana terjadi lesi jaringan yang bersifat permanen. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik.
Nyeri kronis adalah suatu keadaan ketidaknyamanan yang dialami individu yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Suatu episode nyeri dapat mempunyai karakteristik nyeri kronis sebelum 6 bulan telah berlalu, atau beberapa jenis nyeri dapat tetap bersifat akut secara primer selama lebih dari 6 bulan.
Perbedaan antara kedua jenis nyeri yaitu nyeri akut dan kronis dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

 OBAT ANALGETIK
1.      Analgetik Narkotika
Obat analgetika narkotika merupakan obat yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif, dugnakan untuk mengurangi rasa nyeri sedang hingga berat, seperti rasa nyeri akibat kanker, serangan jantung akut, pasca operasi, dan lain-lain.
Obat ini sering disalahgunakan karena dapat menimbulkan toleransi,kebiasaan (habituasi), ketergantungan fisik dan psikis (adiksi) dan gejala-gejala abstinensia bila diputuskan pengobatan (gejala putus obat), ataupun kecanduan. Jika pemberian obat dengan dosis yang berlebihan (overdose) dapat menyebabkan kematian karena terjadi depresi pernafasan.
Mekanisme Kerja:
Efek analgetik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord. Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek euforia dan rasa mengantuk. Menurut Beckett dan Casy, reseptor turunan morfin mempunyai tiga sisi yang sangat penting untuk timbulnya aktivitas analgetik yaitu:
1)      Struktur bidang datar, yang mengikat cincin aromatik obat melalui ikatan van der Waals
2)      Tempat anionik, yang mampu berinteraksi dengan muatan positif obat
3)     Lubang dengan orientasi yang sesuai untuk menampung bagian -CH2-CH2- dari proyeksi cincin piperidin yang terletak di depan bidang yang mengandung cincin aromatik dan pusat dasar.
Berdasarkan struktur kimia, analgetik narkotika dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
a.      Turunan morfin
           Morfin dipakai dalam dunia kedokteran untuk menghilangkan rasa sakit atau pembiusan pada operasi (pembedahan). Dikarenakan turunan morfin menimbulkan efek kecanduan yang terjadi secara cepat, maka dicari turunan atau analognya yang masih memiliki efek analgetik tetapi meminimalkan efek kecanduan yang lebih rendah.
Struktur umum morfin

Hubungan struktur-aktivitas turunan morfin dijelaskan sebagai berikut:
Fenolik OH
Metilasi gugus fenolik OH dari morfin akan mengakibatkan penurunan aktivitas analgetik secara drastis. Gugus fenolik bebas adalah sangat krusial untuk aktivitas analgetik.

6-Alkohol
Penutupan atau penghilangan gugus alkohol tidak akan menimbulkan penurunan efek analgetik dan pada kenyataannya malah sering menghasilkan efek yang berlawanan. Peningkatan aktivitas lebih disebabkan oleh sifat farmakodinamik dibandingkan dengan afinitasnya dengan reseptor analgetik. Dengan kata lain, lebih ditentukan oleh berapa banyak obat yang mencapai reseptor, bukan seberapa terikat dengan reseptor.
Analog morfin menunjukkan kemampuan untuk mencapai reseptor lebih efisien dibandingkan dengan morfin itu sendiri. Hal ini disebabkan karena reseptor analgetik terletak di otak dan untuk mencapai otak, obat harus melewati sawar darah otak. Dalam rangka untuk mencapai otak, maka terlebih dahulu harus melewati barier ini. Mengingat barier tersebut adalah lemak maka senyawa yang bersifat polar akan kesulitan menembus membran. Morfin memiliki tiga gugus polar (fenol, alkohol dan, amin) sedangkan analognya telah kehilangan gugus polar alkohol atau ditutupi dengan gugus alkil atau asil. Dengan demikian maka analog morfin akan lebih mudah masuk ke otak dan terakumulasi pada sisi reseptor dalam jumlah yang lebih besar sehingga aktivitas analgetiknya juga lebih besar.

Gugus N-metil
Atom nitrogen dari morfin akan terionisasi ketika berikatan dengan reseptor. Penggantian gugus N-metil dengan proton mengurangi aktivitas analgetik tetapi tidak menghilangkannnya. Gugus NH lebih polar dibandingkan dengan gugus N-metil tersier sehingga menyulitkannya dalam menembus sawar darah otak akibatnya akan menurunkan aktivitas analgetik. Hal ini menunjukkan bahwa substitusi N-metil tidak terlalu signifikan untuk aktivitas analgetik. Sedangkan penghilangan atom N akan menyebabkan hilangnya aktivitas analgetik.
Cincin Aromatik
Cincin aromatik memegang peranan penting dimana jika senyawa tidak memiliki cincin aromatik tidak akan menghasilkan aktivitas analgetik. Cincin A dan nitrogen merupakan dua struktur yang umum ditemukan dalam aktivitas analgetik opioid. Cincin A dan nitrogen dasar adalah komponen penting dalam efek untuk μ agonis, akan tetapi jika hanya kedua komponen ini saja, tidak akan cukup juga untuk menghasilkan aktivitas, sehingga penambahan gugus farmakofor diperlukan. Substitusi pada cincin aromatik juga akan mengurangi aktivitas analgetik.

Jembatan Eter
Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 akan menurunkan aktivitas analgetik.

Stereokimia
Morfin adalah molekul asimetrik yang mengandung beberapa pusat kiral dan secara alami sebagai enansiomer tunggal. Ketika morfin pertama kali disintesis, dibuat sebagai sebuah rasemat dari campuran enansiomer alami dan bagian mirror nya. Ini selanjutnya dipisahkan dan “Unnatural” morfin dites aktivitas analgetiknya dimana hasilnya tidak menunjukkan aktivitas. Hal ini disebabkan karena interaksi dengan reseptornya dimana telah diidentifikasi bahwa setidaknya ada tiga interaksi penting melibatkan fenol, cincin aromatik dan amida pada morfin. Reseptor mempunyai gugus ikatan komplemen yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga mampu berinteraksi dengan ketiga gugus tadi. Sedangkan pada “Unnatural” morfin hanya dapt terjadi satu interaksi resptor dalam sekali waktu.

Epimerization pusat kiral tunggal seperti posisi 14 tidak juga menguntungkan, karena perubahan stereokimia di bahkan satu pusat kiral dapat mengakibatkan perubahan bentuk yang drastis, sehingga mustahil bagi molekul untuk berikatan dengan reseptor analgetik.

Penghilangan Cincin E
Penghilangan cincin E akan mengakibatkan kehilangan seluruh aktivitas, hal ini menunjukkan pentingnya nitrogen untuk aktivitas analgetik.

Hubungan Struktur-Aktivitas Lain:
ü  Eterifikasi dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan aktivitas analgetik, meningkatkan aktivitas anti batuk dan meningkatkan efek kejang.
ü  Eterifikasi, esterifikasi, oksidasi atau pergantian gugus hidroksil alkohol dengan halogen atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgetik, meningkatkan efek stimulan, tetapi juga meningkatkan toksisitas.
ü  Perubahan gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgetik secara drastis.
ü  Pengubahan konfigurasi OH pada C6 dapat meningkatkan aktivitas analgetik.
ü  Hidrogenasi ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi disbanding morfin
ü  Substitusi pada cincin aromatik akan mengurangi aktivitas analgetik.
ü  Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 akan menurunkan aktivitas.
ü  Pembukaan cincin piperidin menyebabkan penurunan aktivitas
ü  Demetilasi pada C17 dan perpanjangan rantai alifatik yang terikat pada atom N dapat menurunkan aktivitas. Adanya gugus alil pada atom N menyebabkan senyawa bersifat antagonis kompetitif.

a.      Turunan fenil piperidin (meperidin)
Meskipun strukturnya tidak berhubungan dengan struktur morfin tetapi masih menunjukkan kemiripan karena mempunyai pusat atom C kuartener, rantai etilen, gugus N-tersier dan cincin aromatik sehingga dapat berinteraksi dengan reseptor analgetik.
Struktur umum turunan meperidin

Hubungan struktur-aktivitas turunan meperidin dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
b.      Turunan difenilpropilamin (metadon)
Turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam HCl. Meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadondapat membentuk cincin bila dalam larutan atau cairan tubuh. Hal ini disebabkan karena ada daya tarik – menarik dipol-dipol antara basa N dengan gugus karboksil.

Struktur umum turunan metadon

  • Metadon, mempunyai aktivitas analgetik 2 kali morfin dan 10 kali meperidin. Levanon adalah isomer levo metadon, tidak menimbulkan euforia seperti morfin dan dianjurkan sebagai obat pengganti morfin untuk pengobatan kecanduan.
  • Propoksifen, yang aktif sebagai analgetik adalah bentuk isomer α (+). Bentuk isomer α (-) dan β-diastereoisomer aktivitas analgetiknya rendah. α (-) Propoksifen mempunyai efek antibatuk yang cukup besar. Aktivitas analgetik α (+) propoksifen kira-kira sama dengan kodein, dengan efek samping lebih rendah. α (+) propoksifen digunakan untuk menekan efek gejala withdrawal morfin dan sebagai analgetik nyeri gigi. Berbeda dengan efek analgetik narkotik yang lain, α (+) propoksifen tidak mempunyai efek antidiare, antibatuk dan antipiretik.
2.      Analgetik Non Narkotika
Analgetik non narkotika biasanya digunakan untuk mengurangi rasa nyeri yang bersifat ringan, juga menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan sebagai antiradang untuk pengobatan rematik. Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat. Berdasarkan struktur kimianya analgetika non narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgetik-antipiretik dan obat antiradang bukan steroid (Non Steroid antiinflamatory Drugs = NSAID).

Mekanisme kerja :
a. Analgetik
Analgetika non narkotik menimbulkan efek analgetik dengan cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti baradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi.
b. Anti-piretik
Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi buluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat.
c. Anti radang
Analgetika non narkotik menimbulkan efek antiradang dengan menghambat biosintesis dan pengeluaran prostaglandin dengan cara memblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase sehingga menurunkan gejala keradangan. Mekanisme lain adalah menghambat enzim-enzim yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan glikoprotein, meningkatkan pergantian jaringan kolagen dengan memperbaiki jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzim-enzim lisosom melalui stabilisasi membran yang terkena radang.
Berdasarkan struktur kimianya, analgetik dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain:
a. Turunan Asam Salisilat (contoh: aspirin, salisilamid, diflunisal)

Hubungan struktur-aktivitas turunan asam salisilat:
  1. Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus karboksilat penting untuk aktivitas dan letak gugus hidroksil harus berdekatan dengannya.
  2. Turunan halogen, seperti asam 5-klorsalisilat, dapat meningkatkan aktivitas tetapi menimbulkan toksisitas lebih besar.
  3. Adanya gugus amino pada posisi 4 akan menghilangkan aktivitas.
  4. Pemasukan gugus metil pada posisi 3 menyebabkan metabolism atau hidrolisis gugus asetil menjadi lebih lambat sehingga masa kerja obat menjadi lebih panjang.
  5.  Adanya gugus aril yang bersifat hidrofob pada posisi 5 dapat meningkatkan aktivitas.
  6.  Adanya gugus difluorofenil pada posisi meta dari gugus karboksilat (diflunisal) dapat meningkatkan aktivitas analgetik, memperpanjang masa kerja obat dan menghilangkan efek samping, seperti iritasi saluran cerna dan peningkatan waktu pembekuan darah.
  7. Efek iritasi lambung dari aspirin dihubungkan dengan gugus karboksilat. Esterifikasi gugus karboksil akan menurunkan efek iritasi tersebut. Karbetil salisilat adalah ester karbonat dari etil asetat. Ester ini tidak menimbulkan iritasi lambung dan tidak berasa.

b.      Turunan Asam N-Arilantranilat (contoh: asam mefenamat, asam flufenamat, natrium meklofenamat)
Merupakan analog nitrogen dari asam salisilat. Obat ini berkhasiat sebagai anti radang dalam pengobatan penyakit ringan. Efek samping yang ditimbulkan antara lain, iritasi saluran cerna, mual, diare, nyeri abdominal, anemia, agranulositosis dan trombositopenia.

Hubungan struktur-aktivitas turunan asam N-arilantranilat:
  1. Turunan asam N-antranilat mempunyai aktivitas yang lebih tinggi bila pada cincin benzene yang terikat atom N mempunyai substituen-substituen pada posisi 2,3, dan 6.
  2. Senyawa yang aktif adalah turunan senyawa 2,3-disubstitusi. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa mempunyai aktivitas yang lebih besar apabila gugus-gugus pada N-aril berada di luar koplanaritas asam antranilat. Struktur tidak planar tersebut sesuai dengan tempat reseptor hipotetik antiradang. Contoh: adanya substituen orto-metil pada asam mefenamat dan orto-klor pada asam meklofenamat akan meningkatkan aktivitas analgetik.
  3. Penggantian atom N pada asam antranilat dengan gugus-gugus isosterik seperti O,S, dan CH2 dapat menurunkan aktivitas.
c.      Turunan Anilin dan para-Aminofenol (contoh: asetaminofen yaitu parasetamol, panadol)
Senyawa ini memiliki aktivitas analgetik-antipiretik sebanding dengan aspirin, tetapi tidak memiliki efek antiradang dan antirematik. Obat ini berkhasiat untuk mengurangi rasa nyeri pada kepala dan pada otot atau sendi, serta obat penurun panas yang cukup baik. Efek samping dari obat ini yaitu methemoglobin dan hepatotoksik.

Hubungan struktur-aktivitas turunan anilin dan para-aminofenol:
  1. Anilin mempunyai efek antipiretik cukup tinggi tetapi toksisitasnya juga besar karena menimbulkan methemoglobin, suatu bentuk hemoglobin yang tidak dapat berfungsi sebagai pembawa oksigen.
  2. Substitusi pada gugus amino mengurangi sifat kebasaan dan dapat menurunkan aktivitas dan toksisitasnya. Asetilasi gugus amino (asetanilid) dapat menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar menyebabkan pembentukan methemoglobin dan mempengaruhi jantung. Homolog yang lebih tinggi dari asetanilid mempunyai kelarutan dalam air sangat rendah sehingga efek analgetik dan antipiretiknya juga rendah.
  3. Turunan aromatik dari asetanilid, seperti benzenanilid, sukar larut dalam air, tidak dapat dibawa oleh cairan tubuh ke reseptor sehingga tidak menimbulkan efek analgetik, sedang salisilanilid sendiri walaupun tidak mempunyai efek analgetik tetapi dapat digunakan sebagai antijamur.
  4.  Para-aminifenol adalah produk metabolik dari anilin, toksisitasnya lebih rendah disbanding anilin dan turunan orto dan meta, tetapi masih terlalu toksik untuk langsung digunakan sebagai oat sehingga perlu dilakukan modifikasi struktur untuk mengurangi toksisitasnya.
  5. Asetilasi gugus amino dari para-aminofenol (asetaminofen) akan menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar dan pada pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan methemoglobin dan kerusakan hati.
  6. Eterifikasi gugus hidroksi dari para-aminofenol dengan gugus metil (anisidin) dan etil (fenetidin) meningkatkan aktivitas analgetik tetapi karena mengandung gugus amino bebas maka pembentukan methemoglobin akan meningkat.
  7. Pemasukan gugus yang bersifat polar, seperti gugus karboksilat dan sulfonat, ke inti benzene akan menghilangkan aktivitas analgetik.
  8. Etil eter dari asetaminofen (fenasentin) mempunyai aktivitas analgetik cukup tinggi, tetapi pada penggunaan jangka panjang menyebabkan methemoglobin, kerusakan ginjal dan bersifat karsinogenik sehingga obat ini dilarang di Indonesia.
  9. Ester salisil dari asetaminofen (fenetsal) dapat mengurangi toksisitas dan meningkatkan aktivitas analgetik.

DAFTAR PUSTAKA
Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat Edisi 5. Penerjemah Mathilda B. Widianto, Anna Setiadi Ranti.
          Bandung: ITB Press.
Siswandono dan B. Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal I. Surabaya: Airlangga University Press.
Tjay, Tan Hoan dan K. Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek 
          Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Pertanyaan..

  1. Apakah ada obat yang menjadi first line drug untuk obat analgetik narkotik dan non narkotik?
  2. Apakah ada interaksi obat analgetik dengan obat lain ataupun dengan makanan?
  3. Dari struktur metadon, gugus manakah yang berperan sebagai analgetik?
  4. Bagaimana mekanisme obat analgetik dapat menyebabkan depresi pernafasan?
  5. Sebutkan contoh obat analgetik narkotik dan non narkotik. Jelaskan mekanisme kerja, efek samping, dan dosis obat tersebut

13 komentar:

  1. nmr 1
    Saat ini belum ada first line drug untuk analgetik non narkotika, karena analgetik non narkotika biasanya digunakan untuk pengobatan nyeri akut. Sedangkan untuk obat analgetik narkotika yaitu morfin banyak digunakan untuk mengobati nyeri hebat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mau memberi tanggapan na. Dalam pengobatan nyeri hebat, morfin diperlukan pengawasan oleh dokter dan meminumnya harus benar. Menurut artikel yang saya baca, pengobatan dengan morfin akan efektif jika dilakukan segera setelah gejala pertama muncul. Jika dilakukan saat kondisi semakin parah, pengobatan ini tidak akan efektif.

      Hapus
    2. saya sependapat kak, selain morfin, petidine juga sering digunakan dalam pengobatan nyeri hebat

      Hapus
  2. nmr 2
    Ada interaksi obat analgetik dengan obat lain. Misalnya derivat asam salisilat yaitu aspirin dengan obat antikoagulan dapat memperparah resiko pendarahan. Sedangkan interaksi obat analgetik dengan makanan contohnya yaitu parasetamol diminum bersama dengan kopi ataupun teh yang mengandung kafein, dapat meningkatkan resiko toksik dari parasetamol.

    BalasHapus
  3. terkait pertanyaan no 5
    analgetik narkotik (morfin)
    Morfin berikatan dengan reseptor Mu opioid lalu dihubungkan dengan protein G yang secara langsung mempengaruhi saluran K+ dan Ca2+. Pada keadaan normal protein G yang memiliki GDP yang mengikat sub unit α, β, γ dalam kondisi istirahat atau tidak aktif. Namun saat opioid berinteraksi dengan reseptornya, sub unit GDP terdisosiasi dan berubah menjadi GTP dengan mekanisme perubahan konformasi. GTP ini aka mendisosiasi subunit α sehingga terikat padanya. GTP yang terikat pada subunit α ini memerintahkan sel saraf untuk menurunkan aktifitas listriknya dengan meningkatkan pemasukan K+ dan menghambat pemasukan Ca2+. Dengan terikatnya GTP pada sub unit α juga dapat menghambat terbentuknya enzim adenilat siklase. Enzim ini merupakan enzim yang berperan sebagai messenger pada penyampaian pesan untuk sel saraf. Jika pembentukan enzim adenilat siklase dihambat maka pembentukan substansi P yang merupakan neurotransmiter nyeri juga dihambat, sehingga rasa sakitnya berkurang.

    Efek samping mengantuk

    BalasHapus
  4. 2. Parasetamol jika dikombinasikan dengan Antikolinergik akan memperlambat efek Antikolinergik

    BalasHapus
  5. 2 ada.
    Interaksi obat analgetik non narkotik.
    1.Obat yg terikat pada protein plasma : menggeser ikatan dengan protein plasma, sehingga dapat meningkatkan efek samping (contoh : hidantoin, sulfonylurea).
    2.Obat antikoagulan & antitrombosis : sedikit memperpanjang waktu prothrombin & Waktu thromboplastin parsial. Jika Pasien menggunakan antikoagulan (warfarin) atau zat thrombolitik (streptokinase), waktu prothrombin harus dimonitor.
    3.Lithium : meningkatkan toksisitas Lithium dengan menurunkan eliminasi lithium di ginjal.
    4.Obat lain yang juga memiliki efek samping pada lambung : kemungkinan dapat meningkatkan efek samping terhadap lambung.

    BalasHapus
  6. no 5. contoh obat analgetik non narkotik
    parasetamol.

    Penurunan jumlah sel-sel darah, sepeti sel darah putih atau trombosit.
    Muncul ruam, terjadi pembengkakan, atau kesulitan bernapas karena alergi.
    Tekanan darah rendah (hipotensi) dan jantung berdetak cepat (takikardi).Kerusakan pada hati dan ginjal. menyebabkan overdosis jika digunakan lebih dari 200 mg/kg, atau lebih dari 10 gram, dalam 24 jam.

    Dosis obat 60mg-1000 mg tiap 4-6 jam, tergantung faktor usia.

    Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan perdebatan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi. Paracetamol juga bekerja pada pusat pengaturan suhu pada otak. Tetapi mekanisme secara spesifik belum diketahui.

    BalasHapus
  7. no 1.
    Morfin merupakan analgesik opioid pilihan pertama untuk nyeri berat walaupun sering mengakibatkan mual dan muntah. Morfin merupakan standar yang digunakan sebagai pembanding bagi analgesik opioid lain. Namun selain menghilangkan nyeri, morfin juga menimbulkan keadaan euforia dan gangguan mental.

    parasetamol merupakan pilihan pertama untuk analgetik non opioid.

    BalasHapus
  8. Jawaban nomor 3, turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam HCl. Meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadondapat membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. Hal ini disebabkan karena ada daya tarik - menarik dipol-dipol antara basa 5 dengan gugus karboksil.

    BalasHapus
  9. depresi pernafasan dpt terjadi pada saat operasi, karena sifat obat yang bersifat analgesik, hal ini juga dipengaruhi karena kerja obat pada ssp.

    BalasHapus
  10. no. 2
    ada. contohnya
    1. apirin dengan caffein. Caffeine meningkatkan absorbs aspirin dalam darah. akibatnya kadar aspirin meningkat
    2. morfin dengan makanan. Makanan dapat meningkatkan efek morfin yang digunakan oral dan penyampaian dalam darah.
    3. ,ethadone dgn flovoxamin. Methadone meningkatkan efek samping dari fluvoxamin.

    BalasHapus
  11. abat narkotik gol analgetik contohnya morfin,codein dan metadon dan golongan obat ini bekerja di sistem saraf pusat yang dapat menghilangkan nyeri dari nyeri sedang sampai kuat dimana gol obat ini jika digunakan dalam jangka waktu yang panjang dan dengan dosis yang melebihi batas efek sampingnya menyebabakan ketergantugan. sedangkan pada gol non narkotik contohnya paracetamol dan acetosal, biasanya golongan ini bekerja pada sistem saraf ferifer dan bisa menghilangkan nyeri yang ringan sampai sedang efeknya tidak terlalu spesifik dibandinkan narkotik.

    BalasHapus