Jumat, 27 Oktober 2017

FARMAKOFOR - DASAR RANCANGAN OBAT BARU


Farmakofor adalah sekumpulan fitur sterik dan elektronik yang penting untuk menjamin interaksi supramolekular yang optimal dengan struktur target biologis yang spesifik dan untuk memicu atau menghambat respons biologisnya. Farmakofor sebagai dasar untuk mendesain suatu obat baru (IUPAC, 1998).
Tujuan farmakofor:
  1. Menemukan gugus penting yang berikatan dengan reseptor
  2. Menemukan posisi relatif dalam ikatan gugus
  3. Untuk mengetahui konformasi aktif
  4. Penting untuk mendesain obat
  5.  Penting untuk menemukan obat baru
         Pengembangan obat baru dapat dilakukan dengan model farmakofor yang merupakan poin penting dari interaksi antara protein dan ligand. Model farmakofor dapat melalui metode ligand-based pharmacophore modeling yaitu dengan men-superposing molekul aktif dan mencari struktur kimia yang penting untuk bioaktivitasnya, atau dengan metode structure-based pharmacophore design yaitu dengan meninjau poin interaksi antara target dan makromolekul ligan (Yang, 2011).

      Dari farmakofor suatu obat yang mana mekanisme kerja nya telah diketahui, merupakan dasar perancangan suatu obat. Misalnya, modifikasi dari struktur kimia tersebut sehingga menimbulkan efek terapeutik yang lebih besar dan efek samping yang minimal daripada obat sebelumnya.

Daftar pertanyaan.
  1. Apa yang dimaksud dengan interaksi ligand.
  2. Sebutkan contoh yang telah melakukan penelitian mengenai analog obat yang terbaru dari farmakofor obat sebelumnya.
  3. Apa perbedaan metode ligand-based pharmacophore modeling dan structure-based pharmacophore design

Rabu, 18 Oktober 2017

ANTI HISTAMIN


Histamin adalah suatu alkaloid yang disimpan didalam sel mast, dan menimbulkan berbagai proses faalan dan patologik. Pelepasan histamin terjadi akibat reaksi antigen-antibodi atau kontak antara lain dengan obat, makanan, kimia, dan venom. Histamin ini kemudian akan bereaksi dengan reseptornya yaitu H1 dan H2 yang tersebar di berbagai jaringan tubuh. Perangsangan reseptor H1 menyebabkan kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler dan reaksi mukus. Perangsangan reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam lambung.
Gambar 1. Struktur histamin

Antihistamin merupakan senyawa antagonis yang memblok reseptor histamin H1, digunakan pada terapi alergi seperti demam hay, urtikaria, ruam akibat sensitivitas terhadap obat, pruritus, serta gigitan dan sengatan serangga.
Menurut struktur kimianya, antihistamin dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yang mana memiliki rumus dasar sebagai berikut:


Gambar 2. Struktur dasar antihistamin

Ar                    :    gugus aril
Ar1                  :    gugus aril kedua
X                     :    atom O, C, atau N
(CH2)n            :    rantai karbon biasanya etil
NRR1              :    gugus alkil
     Menurut struktur kimianya, antihistamin dapat dibagi dalam beberapa kelompok, antara lain:
1.      Turunan Etilendiamin
Gambar 3. Struktur umum etilendiamin
Ø  Etilendiamin mempunyai efek samping penekanan sistem saraf pusat dan gastro intestinal. 
Ø  Antihistamin tipe piperazin, imidazolin dan fenotiazin mengandung bagian etilendiamin.
Ø  Pada kebanyakan molekul obat adanya  nitrogen kelihatannya merupakan kondisi yang diperlukan untuk pembentukan garam yang stabil dengan asam mineral.
Ø  Gugus amino alifatik dalam etilen diamin cukup basis untuk pembentukan garam, akan tetapi atom N yang diikat pada cincin aromatik sangat kurang basis.
Ø  Elektron bebas pada nitrogen aril di delokalisasi oleh cincin aromatik.
Ø  Beberapa contoh antihistamin turunan etilendiamin yaitu sebagai berikut:

2.      Turunan Kolamin atau nama lain Etanolamin (Eter Aminoalkil)
Gambar 4. Struktur umum kolamin / etanolamin
  • Pemasukan gugus Cl, Br, dan OCH3 pada posisi para cincin aromatik juga meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping
  •  Pemasukan gugus CH3 pada posisi para cincin aromatik meningkatkan aktivitas. Pada posisi orto menghilangkan efek antagonis H1 dan meningkatkan aktivitas antikolinergik
  • Memiliki aktivitas antikolinergik karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol (senyawa pemblok kolinergik).
  • Senyawa-senyawa yang paling aktif mempunyai panjang rantai dua atom C. Kuarterinisasi nitrogen rantai  samping tidak selalu menghasilkan senyawa yang kurang aktif. 
  • Golongan ini mempunyai aktivitas antikolinergik nyata, yang mempertinggi aksi pengeblokan reseptor H1  pada sekresi eksokrin
  • Efek samping pemakaian eter amino alkil tersier adalah mengantuk
  • Beberapa contoh antihistamin turunan etanolamin yaitu sebagai berikut:

3.      Turunan Propilamin
  • Anggota kelompok yang jenuh disebut sebagai feniramin yang merupakan molekul khiral.
  •  Turunan tersubstitusi halogen dapat diputuskan dengan kristalisaasi dari garam yang dibentuk dengan d-asam tartrat.
  • Antihistamin golongan ini merupakan antagonis H1 yang paling aktif.
  • Cenderung membuat kantuk, tetapi beberapa pasien mengalami efek ini.
  • Pada anggota yang tidak jenuh, sistem ikatan rangkap dua aromatik yang koplanar Ar – C = CH-CH2-N, faktor penting untuk aktivitas antihistamin.
  • Gugus pirolidin adalah rantai samping amin tersier pada senyawa yang lebih aktif.
  • Turunan propilamin dibagi menjadi 2, antara lain turunan propilamin yang jenuh dan tidak jenuh

Pertanyaan
1.      Apa penyebab histamin keluar dari sel mast.
2.      Sebutkan dan jelaskan reseptor histamin terletak dimana saja.
3.      Sebutkan satu contoh obat turunan etilendiamin, kolamin dan propilamin. Dari contoh tersebut jelaskan mekanisme kerja, efek samping yang ditimbulkan, dan dosis obat tersebut.
4.      Tunjukkan struktur antihistamin tipe piperazin, imidazolin dan fenotiazin yang mengandung bagian etilendiamin
5.      Mengapa obat klorfeniramin maleat atau sering dikenal dengan obat ctm menimbulkan efek samping mengantuk

Jumat, 13 Oktober 2017

IDENTIFIKASI FARMAKOFOR OXAMNIQUINE

Menurut IUPAC (1998), Farmakofor adalah sekumpulan fitur sterik dan elektronik yang penting untuk menjamin interaksi supramolekular yang optimal dengan struktur target biologis yang spesifik  dan untuk memicu atau menghambat respons biologisnya. Farmakofor sebagai dasar untuk mendesain suatu obat baru.
Tujuan farmakofor:
  1. Menemukan gugus penting yang berikatan dengan reseptor
  2. Menemukan posisi relatif dalam ikatan gugus
  3. Untuk mengetahui konformasi aktif
  4. Penting untuk mendesain obat
  5.  Penting untuk menemukan obat baru
OXAMNIQUINE
Nama senyawa kimia : oxamniquine
Rumus molekul : C14H21N3O3
Berat molekul : 279,34 g/mol
Nama IUPAC : [7-nitro-2-[(propan-2-ylamino)methyl]-1,2,3,4-tetrahydroquinolin-6-yl]methanol

Struktur 2 dimensi oxamniquine


Struktur 3 dimensi oxamniquine


Oxamniquine merupakan obat antihelmintik dengan aktivitas skistosomisidal terhadap Schistosoma mansoni.

Mekanisme kerja Oxamniquine
            Oxamniquine is an anthelmintic with schistosomicidal activity against Schistosoma mansoni, but not against other Schistosoma spp. Oxamniquine causes worms to shift from the mesenteric veins to the liver where the male worms are retained; the female worms return to the mesentery, but can no longer release egg.


Penggunaan Oxamniquine
Dosis penggunaan oxamniquine berdasarkan resep dokter dan kondisi pasien. Jika mengonsumsi obat oxamniquine lebih dari dosis tidak akan memperbaiki gejala, bahkan dapat menimbulkan bahaya bagi kondisi pasien.

Efek Samping Oxamniquine
Efek samping dari obat oxamniquine ini memungkinkan terjadi, tetapi tidak selalu terjadi. Jika efek samping tidak hilang, maka segera konsultasi kepada dokter. Efek samping tersebut antara lain:
  1. Timbul kantuk
  2. Pusing/sakit kepala
  3. Halusinasi
  4. Perubahan perilaku
Penyimpanan Oxamniquine
Oxamniquine sebaiknya disimpan di suhu ruangan, jauh dari panas dan cahaya langsung. Jauhkan obat dari anak-anak dan hewan peliharaan. Jangan membuang obat ke dalam toilet ataupun membungnya ke drainase.


Daftar Pertanyaan
  1. Jelaskan yang dimaksud dengan aktivitas skistosomisidal.
  2. Apakah obat oxamniquine aman diminum pada saat membawa kendaraan.
  3. Mengapa obat oxamniquine dilarang dibuang ke dalam toilet dan drainase.

Rabu, 11 Oktober 2017

Fenotiazin



Fenotiazin termasuk obat anti psikosis (neuroleptik). Semua neuroleptik merupakan antagonis pada reseptor dopamin.
Indikasi : pengobatan skizofrenia
Mekanisme kerja
Afinitas obat neuroleptik terhadap reseptor D2 berkaitan erat dengan potensi antipsikotiknya, dan blokade reseptor D2 pada otak depan diyakini menjadi dasar efek terapeutiknya. Namun, blokade reseptor D2 pada ganglia basalis biasanya menyebabkan gangguan pergerakan.
 Efek samping

Neuroleptik dapat memblok reseptor dopamin pada ganglia basalis dan seringkali menyebabkan gangguan pergerakan yang menyebabkan stress dan kecacatan. Gangguan ini termasuk parkinsonisme, akatisia (gerakan-gerakan motorik yang tidak terkendali), reaksi distonia akut (yang bisa membutuhkan terapi dengan obat anti kolinergik), diskinesia tardiv (gerakan orofasial dan batang tubuh) yang bisa irreversibel.
Dalam kelenjar hipofisis, dopamin bekerja pada reseptor dopamin D2 dan menghambat pelepasan prolaktin. Jika efek ini diblok oleh neuroleptik, akibatnya terjadi peningkatan pelepasan prolaktin yang sering menyebabkan efek samping endokrin, yaitu ginekomastia, galaktorea, menstruasi tidak teratur, impotensi, dan penambahan berat badan.

Fenotiazin dibagi berdasarkan jenis rantai samping yang melekat pada atom N cincin fenotiazin, antara lain:
  1. Rantai samping propilamin. Fenotiazin dengan rantai samping alifatik mempunyai potensi yang relatif rendah dan menghasilkan hampir semua efek samping yang ditimbulkan. Klorpromazin adalah fenotiazin pertama yang digunakan pada skizofrenia dan banyak dipakai, meskipun menyebabkan lebih banyak efek samping daripada obat-obat baru. Klorpromazin bersifat sangat sedatif. Efek sampingnya meliputi reaksi sensitivitas, seperti agranulositosis, anemia hemolitik, ruam, ikterus kolestatik, dan fotosensitisasi. 
  2. Rantai samping piperidin. Obat utama dalam kelompok ini adalah tioridazin. Kelebihan obat ini adalah relatif jarang menyebabkan gangguan pergerakan dan tidak menyebabkan rasa kantuk yang berarti. Aktivitas antikolinergiknya jelas dan bisa menyebabkan disfungsi seksual, termasuk ejakulasi retrogad. Dosis tinggi bisa menyebabkan degenerasi retina, walaupun jarang terjadi. Tioridazin dapat menyebabkan aritmia ventrikel dan kini merupakan obat lini kedua. 
  3. Rantai samping piperazin. Obat dalam kelompok ini termasuk flufenazin, perfenazin, dan trifluoperazin. Aktivitas sedatif dan antikolinergiknya kurang dibandingkan klorpromazin, tetapi obat ini mungkin menyebabkan gangguan pergerakan khususnya pada orang lanjut usia.
Contoh obat turunan fenotiazin
1.      Klorpromazin
Mekanisme kerja
Antagonis reseptor dopamin D2 pada otak, menekan pelepasan hormon hipotalamus dan hipofisis
Absorpsi
Bioavailabilitas : 20%
Onset : 30 – 60 menit
Durasi : 4 – 6 jam, pelepasan diperpanjang : 10 – 12 jam
Distribusi
ikatan dengan protein yaitu 92 – 97%, volume distribusi (Vd) : 20 L/kg
Metabolisme
dimetabolisme oleh enzim CYP2D6 p450 hati
Eliminasi
waktu paruh yaitu 30 jam, diekskresi melalui urin

2.      Flufenazin
Mekanisme kerja
Antagonis dopaminergik reseptor D1 dan D2, menekan pelepasan hormon hipotalamus dan hipofisis
Absorpsi
Bioavailabilitas : cepat diabsorpsi
Onset : Garam hidroklorida 1 jam, dekanoat 24 – 72 jam
Durasi : Garam hidroklorida : 6 – 8 jam, dekanoat : 4 minggu
Eliminasi
waktu paruh garam hidroklorida yaitu 14 – 16 jam, dekanoat yaitu 14 hari, diekskresi melalui urin dan feses

3.      Perfenazin
Mekanisme kerja
Antipsikosis, yang memblok reseptor dopamin mesolimbik postsinaps pada otak, efek sedatif kuat hingga sedang, efek ekstrapiramidal kuat, dan aktivitas antiemetik yang kuat
Metabolisme
Dimetabolisme oleh enzim CYP2D6 p450 hati, membentuk bentuk metabolit yaitu 7-hidroksiperfenazin
Eliminasi
Waktu paruh  9 – 12 jam, diekskresi melalui urin dan feses

4.      Tioridazin
Mekanisme kerja
Agen piperazin fenotiazin, antagonis reseptor D2 pada postsinaps mesolimbik dopaminergik di hati, dan menekan pelepasan hormon hipotalamus dan hipofisis
Absorpsi
Durasi : 4 – 5 hari
Distribusi
Ikatan dengan protein 95%
Metabolisme
Dimetabolisme oleh enzim CYP2D6 p450 hati

5.      Trifluoperazin
Mekanisme kerja
Agen piperazin fenotiazin, antagonis reseptor D2 pada postsinaps mesolimbik dopaminergik di hati, dan menekan pelepasan hormon hipotalamus dan hipofisis
Absorpsi
Durasi : 4 – 5 hari
Distribusi
Ikatan dengan protein 95%
Metabolisme
Dimetabolisme didalam hati
Eliminasi
Waktu paruh yaitu 24 jam

Daftar Pertanyaan
  1. Obat turunan fenotiazin yang manakah yang paling aman saat ini digunakan sebagai obat anti psikosis?
  2. Jelaskan jenis-jenis reseptor dopamin dan dimanakah saja reseptor tersebut? 
  3. Pada kasus skizofrenia, diantara golongan fenotiazin ini manakah yang menjadi lini pertama?
  4. Apakah klorpromazin dapat digunakan jangka panjang dan apakah timbul penyakit baru? Apakah bisa dikurangi dosisnya per episode? Tindakan apa yang dilakukan?
  5. Apakah ada keterkaitan antara dopamin dan sistem kardiovaskuler?