Kamis, 09 Februari 2017

VCO sebagai Anti Diabetes


Diabetes Melitus (atau disingkat DM) merupakan salah satu penyakit sering diderita oleh masyarakat di Indonesia di berbagai daerah. Diabetes melitus merupakan penyakit mematikan ketiga setelah kanker dan penyakit jantung.
Pada tahun 2014, penderita diabetes mellitus mencapai 9% dari populasi dunia yang berusia 18 tahun keatas (WHO, 2015). Di Indonesia sendiri pada tahun 2014, prevalensi diabetes pada usia dewasa (20-79 tahun) adalah 5,8% dengan total penderita diabetes sebanyak 9 juta jiwa dan akan menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030, serta 4,8 juta kasus diabetes yang tidak terdiagnosis (IDF, 2015).

Apa itu Diabetes Melitus?
Diabetes merupakan penyakit gangguan metabolik yang ditandai kelebihan glukosa dalam darah (hiperglikemia) dan abnormalitas metabolisme dari karbohidrat, lemak dan protein. Hal tersebut merupakan hasil dari defect sekresi insulin baik mutlak atau relatif (Priyanto, 2009).
Penyakit diabetes terjadi di seluruh dunia dan terus meningkat secara pesat di sebagian besar di dunia. Penderita penyakit diabetes tidak dapat menghasilkan atau menggunakan insulin di dalam tubuh secara tepat, akibatnya memiliki kadar glukosa yang tinggi. Penderita diabetes kemungkinan dapat menyebabkan penyakit komplikasi seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal dan kematian dini (National Diabetes Reports, 2014).
Jumlah penderita diabetes di Indonesia akan semakin meningkat tiap tahunnya. Merebaknya penyakit diabetes di kalangan masyarakat Indonesia sangat erat kaitannya dengan gaya hidup dan pola makan yang tidak teratur dan tidak sehat.

Tanda dan Gejala Penderita DM
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar glukosa darah, dimana peningkatan kadarnya mencapai nilai 160-180mg/dl dengan kadar normal glukosa darah yaitu berkisar antara 70-150 mg/dl. Selain itu dapat dilihat juga dari air seni (urin) penderita yang mengandung gula (glukosa), sehingga urin tersebut sering dikerubuti oleh semut
Gejala yang sering timbul pada penderita DM:

  1. Jumlah urin yang dikeluarkan lebih banyak dari normalnya (Polyuria)
  2. Sering cepat merasa haus (Polydipsia)
  3. Lapar yang berlebihan (Polyphagia)
  4. Frekuensi urin meningkat (Glycosuria)
  5. Berat badan berkurang
  6. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
  7. Penglihatan buram (tidak jelas)
  8. Kesemutan di telapak kaki dan tangan
  9. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit

Tipe Diabetes Melitus
Umumnya diabetes melitus dibagi menjadi 2 yaitu:
1.        DM Tipe 1
DM tipe 1 atau disebut juga dengan Insulin Dependent atau juvenile onset diabetes dapat berkembang sejak usia muda yang disebabkan karena adanya kerusakan sel β pankreas sehingga menyebabkan penurunan produksi hormon insulin secara permanen. Dimana hormon insulin berperan dalam pengambilan glukosa didalam darah masuk kedalam sel yang akan menghasilkan energi. DM tipe ini jarang terjadi, kejadiannya kira-kira 5% dari total kasus DM
2.        DM Tipe 2
DM tipe 2 atau disebut juga dengan DM tidak tergantung insulin atau DM dewasa. Dinamakan DM dewasa karena umumnya muncul pada pasien usia >40 tahun. DM tipe ini ditandai dengan adanya resistensi insulin atau defisiensi insulin atau gabungan keduanya. DM tipe ini cenderung hormon insulin yang dihasilkan masih dalam kadar normal, namun hormon tersebut tidak dapat berikatan dengan reseptornya. Jika hormon insulin tidak dapat berkaitan dengan reseptor, akibatnya dapat menurunkan pengambilan glukosa didalam darah masuk kedalam sel. Sehingga terjadi penumpukan glukosa didalam darah dan energi yang dihasilkan berkurang. DM tipe 2 terjadi ketika gaya hidup dengan asupan kalori berlebihan, kurang olahraga, obesitas dan ada dukungan faktor genetic. DM tipe ini terjadi kira-kira 90-95% dari total kasus DM.
3.        Gestasional Diabetes
Gestasional diabetes adalah bentuk diagnose dari glukosa intoleransi selama kedua atau ketiga trisemester kehamilan. Selama kehamilan, meningkatnya kadar glukosa dalam darah dapat meningkatkan resiko bagi Ibu dan janin nya. Pengobatan dapat dilakukan dengan diet, aktivitas fisik dan insulin. Tak lama setelah kehamilan, 5-10% wanita penderita gestasional diabetes terus memiliki kadar glukosa dalam darah tinggi dan didiagnosis memiliki diabetes, biasanya tipe 2.

VCO sebagai Anti Diabetes
Virgin Coconut Oil (VCO) atau minyak kelapa murni merupakan minyak kelapa yang diesktrak dari buah kelapa segar yang sudah matang, diproses melalui fermentasi tanpa menggunakan bahan kimia atau secara enzimatik tanpa pemanasan, sehingga menghasilkan asam lemak jenuh rantai sedang atau Medium Chain Fatty Acids (MCFA) yang tinggi, vitamin E, anti oksidan dan enzim-enzim yang ada didalam buah kelapa (Muchtar, 2010).
Selain berfungsi dalam makanan, VCO juga dapat berperan dalam bidang kesehatan, salah satunya sebagai anti diabetes. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, ditemukan bahwa VCO dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah yang sebelumnya diinduksi dengan zat penginduksi diabetes melitus yaitu Alloxan. Diketahui bahwa VCO menurunkan kadar glukosa darah dari 300 mmHg menjadi 140 mmHg selama 4 minggu (Iranloye, et al., 2013).
Lalu berdasarkan penelitian yang lain menunjukkan juga bahwa VCO dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah pada hewan percobaan dari 25,85 mmol/l menjadi 10,93 mmol/l. Selain menekan dan menurunkan kadar glukosa dalam darah, VCO juga berperan meningkatkan jumlah sel β pankreas melalui multiplikasi atau regenerasi. Peningkatan jumlah sel β pankreas, akan meningkatkan produksi insulin selama 10 minggu masa regenerasi (Maidin dan Ahmad, 2015).
Menurut Djaelani (2015), asam-asam lemak yang tergolong MCFA pada Virgin Coconut Oil (VCO), mudah diserap sampai ke mitokondria sehingga akan meningkatkan metabolisme tubuh. Selain itu dapat merangsang produksi insulin yang menyebabkan proses metabolisme glukosa dapat berjalan normal. MCFA yang banyak terkandung dalam VCO yaitu berupa asam laurat.
Maka dari itu, VCO dapat berpotensi sebagai anti diabetes dikarenakan mengandung asam lemak yang tergolong Medium Chain Fatty Acids (MCFA) yang dapat meningkatkan dan merangsang produksi insulin. Walaupun VCO memiliki bioaktivitas antidiabetes, terapi pilihan obat utama tetaplah injeksi insulin. Karena efek terapi yang dihasilkan oleh insulin lebih cepat dibandingkan VCO. Oleh sebab itu, VCO bukan digunakan sebagai pengobatan, tetapi hanyalah sebagai preventif (pencegahan) penyakit diabetes melitus.



Sumber:
Djaelani, Muhammad Anwar. 2015. Profil Kolesterol Darah Tikus setelah Pemberian Virgin Coconut Oil dan Minyak Zaitun. Jurnal Bioma, Vol. 17 (2): 102-105.
Iranloye, Bolanle., G. Oludare dan M. Olubiyi. 2013. Anti-diabetic and antioxidant effects of Virgin Coconut Oil in Alloxan Induced Diabetic Male Sprague Dawley Rats. Journal of Diabetes Mellitus, Vol. 3 (4): 221-226.
Maidin, Nur’ Azimatul Quddsyiah H. dan N. Ahmad. 2015. Protective and Antidiabetic Effects of Virgin Coconut Oil (VCO) on Blood Glucose Concentration in Alloxan Induced Diabetic Rats. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol. 7 (10): 57-60.
Muchtar, A.F. 2010. Be Healthy Be Happy. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer (BIP).
Priyanto, P. 2009. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Jakarta: LESKONFI.



Minggu, 05 Februari 2017

Flakka - Zombie Drugs?


Selamat malam. Hari ini saya akan membahas mengenai salah satu jenis narkoba terbaru yang populer pada tahun 2016. Alpha-PVP atau yang dikenal dengan Flakka adalah obat sintetik baru yang timbul epidemic di Florida Selatan. Flakka adalah obat sintetik terbaru yang popular di USA, termasuk Ekstasi dan “Bath Salts”. Flakka secara kimia mirip MDPV, yang juga dikenal sebagai “Bath Salts”. Meskipun Flakka adalah obat sintetis yang relatif baru, data dari National Institutes of Health (NIH) telah menunjukkan bahwa Flakka memiliki potensi yang sama besar seperti metamfetamin, tetapi memiliki kecanduan yang lebih tinggi bagi orang-orang yang menyalahgunakannya.
Flakka memiliki bentuk seperti batu kristal dan sering dijual secara online. Selain itu juga sering dikemas dalam bentuk kapsul atau dibuat didalam rokok elektronik. Oleh karena itu, dapat dengan mudah disembunyikan dan digunakan di depan umum tanpa menimbulkan kecurigaan dari penegak hukum atau teman-teman dan bahkan keluarga.
“Pada bulan Agustus 2016, Austin Harrouff (19 tahun) menyerang dan membunuh pasangan di rumah mereka Florida, dan ia ditemukan menggigit wajah dan perut salah satu korbannya. Orangtua penyerang (re: Harouff) melaporkan dia menunjukkan perilaku aneh selama berbulan-bulan sebelum insiden dan dia didiagnosis menderita skizofrenia. Pihak berwenang percaya bahwa Harouff telah mengonsumsi obat baru yang disebut Flakka, sehingga menunjukkan perilaku aneh dan kadang-kadang perilaku kekerasan”.
Tentu Anda pernah membaca berita diatas. Namun pertanyaannya adalah, apakah benar Flakka dapat menyebabkan seseorang berubah menjadi zombie?
Pada November 2016, dari uji toksikologi pada Harouff mengungkapkan bahwa Flakka tidak terdeteksi didalam tubuhnya. Dengan demikian, insiden “kanibal” ini tidak melibatkan obat tersebut.
Flakka termasuk bagian dari kelas Cathinone. Meskipun mekanisme Flakka dapat menyebabkan perubahan dalam fungsi seseorang yang tepat tidak jelas, diketahui Flakka dirancang untuk menyebabkan otak dibanjiri oleh dopamin. Masuknya dopamin selain menimbulkan perasaan euforia, juga dapat menimbulkan keadaan agitasi (gelisah) dan delirium (kebingungan parah dan berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan sekitar). Flakka tidak terdeteksi oleh tes narkoba urin, tetapi hanya dapat diidentifikasi di laboratorium menggunakan kromatografi gas dan spektrometri massa.

Sama seperti kokain dan metamfetamin, Flakka memiliki efek jangka pendek antara lain:
- Sensasi euforia
- Denyut jantung cepat dan jantung berdebar
      - Tekanan darah tinggi
      - Kewaspadaan
      - Perilaku agresif
Sedangkan efek jangka panjang belum diketahui. Karena Flakka adalah salah satu obat sintetik terbaru dan dampak penelitiannya tidak luas. Namun, penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa obat tersebut menjadi racun bagi ginjal sehingga menyebabkan gagal ginjal.

Sumber: Drug Abuse, Norchem, Medical Xpresswww.theconversation.com